Oleh: Sunarwoto
Benarkah pesantren tidak atau kurang memiliki kesadaran multikultural? Pertanyaan ini dikemukakan terkait dengan hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh ICIP (International Center for Islam and Pluralism), BKSPPI (Badan Kerjasama Pondok Pesantren se-Indonesia), dan AusAID beberapa tahun lalu. Penelitian tersebut membeberkan hasil penelitiannya dalam seminar dan workshop “Persepsi Komunitas Pesantren di Jawa Barat terhadap Isu-isu Keagamaan dan Multikulturalisme” di Depok, Jawa Barat, Selasa (16/1, 2006). Hasilnya, di antaranya, menyatakan bahwa kalangan pesantren inkonsisten dalam menyikapi multikulturalisme. Di satu sisi, mereka bersikap moderat dan toleran dalam masalah sosial, politik dan ekonomi. Namun, di sisi lain, mereka bersikap intoleran dalam masalah akidah. Seperti diungkapkan oleh salah seorang perwakilan pesantren Persis, Tarogong, toleransi dalam masalah agama tidak dibenarkan. (Republika, “Dialog Jumat”, 20/1). Di sini, kita bisa mencatat bahwa sensitivitas persoalan multikulturalisme bagi dunia pesantren terletak pada persoalan teologis, terutama menyangkut pluralisme, liberalisme dan sekularisme dalam soal keagamaan. Meski demikian, kesadaran multikultural sesungguhnya tidak sepenuhnya absen dari dunia pesantren, baik secara sosio-kultural ataupun bahkan dalam soal teologis sekalipun. Tulisan ini tidak hendak menjawab pertanyaan benar-tidaknya pesantren memiliki kesadaran multikultural di atas. Alih-alih, penulis mengajak untuk memahami lebih jauh potensi kesadaran multikultural yang terkandung dalam dunia pesantren. Read the rest of this entry »